Chaidarabdullah’s Weblog

Posts Tagged ‘Serbia

 

        Oleh Chaidar Abdullah

        Jakarta, 4/2/97 (ANTARA) – Krisis di Republik Serbia, yang disulut oleh tindakan Beograd membatalkan kemenangan oposisi dalam Pemilu lokal tahun lalu, memasuki tahap genting pada Senin, saat polisi bentrok dengan pemrotes sehingga lebih dari 100 orang cedera. 

Baca entri selengkapnya »

Tag:

        Oleh Chaidar Abdullah

        Jakarta, 17/9 (ANTARA) – Harapan orang Serbia di bekas Yugoslavia untuk mendirikan “Republik Serbia Raya” tampak kian jauh dari jangkauan mereka, sementara gempuran NATO dan pasukan gerak cepat PBB membuat mereka tak berkutik, dan aliansi Muslim-Kroasia Bosnia pekan kedua September semakin mendesak etnik pembangkang itu.

        Kekuatan gabungan Kroasia-Muslim Bosnia merebut lagi dua kota yang dikuasai Serbia –Kulen-Vakuf dan Bosanski Petrovac– dalam gelombang serangan yang berhasil membuka jalur menuju daerah kantung muslim yang tadinya dikuasai Serbia Bosnia, Bihac.

        Seorang pejabat PBB yang dikutip kantor berita AFP menyatakan Serbia Bosnia kehilangan tak kurang dari 15 persen wilayah, walaupun ada spekulasi bahwa perlawanan minim yang dilancarkan etnik itu merupakan bagian dari rencana pemimpin Serbia Bosnia untuk melepaskan wilayah sebelum pembicaraan perdamaian.

        Namun akhir pekan kedua September, pemimpin Serbia Bosnia, Radovan Karadzic, dilaporkan “berteriak-teriak” meminta semua orang Serbia membantunya membendung arus serangan Muslim-Kroasia Bosnia.

        Serangan itu dilancarkan pada saat Serbia Bosnia setuju menghentikan pengepungan atas ibukota Bosnia- Herzegovina, Sarajevo, dan menarik senjata beratnya dari sekitar kota tersebut sebagai imbalan bagi dihentikannya serangan udara NATO.

        NATO telah memberi waktu kepada Serbia Bosnia sampai Ahad (17/9) pukul 20:00 GMT untuk menarik senjata beratnya dari sekitar Sarajevo, bukti bahwa Serbia Bosnia mematuhi persetujuannya.

        Tekanan NATO agar Serbia Bosnia mematuhi ultimatumnya dan gempuran dua sisi militer Republik Kroasia serta kekuatan gabungan Muslim-Kroasia Bosnia membuat posisi Serbia Bosnia semakin terjepit.

        Serangan paling akhir aliansi Barat tersebut dicetuskan oleh serangan mortir terhadap suatu pasar di Sarajevo yang menewaskan 37 orang akhir Agustus lalu. Menurut PBB, serangan itu berasal dari daerah yang dikuasai Serbia Bosnia, meskipun etnik pembangkang tersebut membantah telah melancarkan serangan.

        Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada AFP bahwa alasan bagi berdirinya Serbia Raya usai sudah, dan takkan pernah ada penyelesaian militer konflik di Balkan. Pendapat kedua ini sudah sering diucapkan oleh banyak pemimpin dunia.

        Sementara itu Reuter melaporkan, seorang pejabat lain AS berpendapat orang-orang Serbia Bosnia harus sadar bahwa arus pertempuran berbalik menggempur mereka, meskipun Karadzic seringkali menggembar-gemborkan rakyatnya akan memberi dukungan kuat dan “akhirnya kami akan menang”.

        Mladic salah hitung

        Kenyataan pahit Serbia Bosnia berpusat pada salah perhitungan komandan pasukan Jenderal Ratko Mladic setelah jatuhnya dua “daerah aman” PBB, Zepa dan Srebrenica, musim panas tahun ini.

        Mladic membuat pasukannya berada dalam incaran NATO karena aksi brutal yang dilakukannya dengan membangkang terhadap peringatan PBB, yang sedang berusaha mengangkat kembali kredibilitasnya setelah berkali-kali mengalami kegagalan dalam upaya pemulihan perdamaian di dunia.

        Dengan izin PBB, NATO sepakat untuk memperluas definisi mengenai kondisi yang dapat mencetuskan serangan udara, termasuk pemusatan kekuatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya dan guna memperluas tindakannya.

        NATO membujuk Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutors- Ghali agar menyetujui perubahan sangat penting –pemberian wewenang dari sayap sipil kepada sayap militer.

        NATO –yang hanya dapat beroperasi atas izin PBB– sebelumnya mencela birokrasi di PBB sebagai pangkal kegagalan untuk memberi reaksi cepat atas pembangkangan Serbia.

        Pada saat yang sama, Inggris dan Perancis serta negara lain penyumbang tentara bagi Pasukan Perlindungan PBB (UNPROFOR) menarik pasukan mereka dari tempat-tempat yang memungkinkan Serbia Bosnia menyandera tentara PBB, seperti yang terjadi dalam beberapa serangan NATO terdahulu.

        Keadaan itu memungkinkan NATO bergerak lebih leluasa dalam menyerang sasaran-sasaran militer Serbia Bosnia.

        Selain itu timbul pula keadaan yang membuat Serbia Bosnia semakin limbung.

        Mula-mula militer Republik Kroasia mendongkel pemberontak Serbia Kroasia di Krajina, dan impian orang Serbia di wilayah itu untuk mendirikan Serbia Raya bertambah suram.

        Kematian tiga diplomat AS dalam kecelakan lalulintas di Gunung Igman, BosniaHerzegovina, menambah kuat tekad Presiden AS Bill Clinton untuk mengupayakan perdamaian di wilayah Balkan.

        Serangan mortir terhadap Sarajevo membuka kesempatan bagi NATO untuk menyerang posisi-posisi senjata Serbia Bosnia, sementara tekanan aliansi Muslim-Kroasia Bosnia juga bertambah kuat.

        Akibat semakin beratnya tekanan, Mladic mau tidak mau terpaksa menelan kenyataan bahwa anak buahnya telah kocar- kacir, padahal Republik Serbia –yang sejak meletusnya perang Bosnia mendukung pasukan Serbia Bosnia– tak dapat terus memberi dukungan.

        Beograd juga tak lepas dari himpitan embargo ekonomi internasional, dan kini sedang berusaha melunakkan tekanan itu.

        Tekanan demi tekanan tampaknya membuat orang-orang Serbia di Balkan tak bisa mengelak dari kenyataan, konflik itu harus diselesaikan secara damai, dan tanpa kekuatan mereka tak dapat menguasai wilayah guna mewujudkan impian berdirinya “Republik Serbia Raya”. (17/09/95 13:50)

Tag:

        Oleh Chaidar


        Peluru kendali anti-pesawat milik etnik pembangkang Serbia Bosnia memang sudah kuno dan tak bisa mengungguli teknologi militer canggih milik Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), tetapi senjata pamungkas itu tetap saja menjadi ancaman maut bagi pesawat aliansi Barat tersebut di wilayah Balkan.

        Beberapa pejabat PBB yang dikutip Reuter mengatakan bekas Yugoslavia menimbun sejumlah besar rudal yang ditembakkan lewat bahu SAM-7, rudal yang ditembakkan dari tempat tertentu SAM-2, serta rudal yang ditembakkan dari peluncur bergerak SAM-6 selama era Perang Dingin.

        Berbagai rudal tersebut sekarang telah memainkan peran tak kecil dalam pertempuran di republik bekas Yugoslavia, Bosnia-Herzegovina.

        Satu rudal pasukan Serbia Bosnia merontokkan satu jet Harrier milik Inggris yang sedang terbang dalam misi dukungan udara di atas daerah kantong Gorazde, Bosnia, bulan April.

        Kerusakan juga diderita satu pesawat angkut Spanyol yang bertugas di wilayah bekas republik Yugoslavia itu.

        Sebagian rudal permukaan-ke-udara yang dikenal dengan nama SAM memiliki asal-usul kondang, contohnya SAM-2 — yang memiliki ketinggian efektif 22.000 meter dan jarak jelajah sekitar 50 kilometer.

        “Ini adalah rudal yang digunakan selama perang Vietnam dengan dampak tertentu dan itu juga adalah rudal yang diperkirakan telah menembak jatuh pesawat Gary Powers dalam kejadian U-2,” kata Komandan Squadron Timothy Hewlett kepada wartawan di Sarajevo.

        Powers, pilot AS, ditembak jatuh di bekas Uni Sovyet tahun 1960, ketika sedang menerbangkan pesawat mata-mata U-2 dalam salah satu kejadian paling buruk selama Perang Dingin.

        Kalau dipusatkan

        Bagaimana mungkin teknologi rudal tahun 1960-an dapat menjadi tandingan bagi pesawat NATO pada masa itu?

        “Senjata apa pun adalah ancaman ketika dikonsentrasikan, seperti kasus yang terjadi di bekas Yugoslavia,” kata seorang pejabat PBB.

        “Jangan membuat kesalahan! NATO dapat secara militer sanggup mematahkan ancaman rudal. Para politikus lah yang tak mampu menangani keadaan, peningkatan (konflik) yang mungkin terjadi di darat,” katanya.

        NATO selama ini bertindak sebagai sayap udara PBB di Bosnia, dengan berpatroli di wilayah udara guna menerapkan zona larangan terbang dan menyediakan dukungan udara rapat bagi pasukan pemelihara perdamaian serta penduduk sipil di “daerah aman” di darat.

        Pengaturan itu telah diuji oleh berbagai penyusupan pasukan Serbia Bosnia ke dalam wilayah aman Bihac dan pengaktifan peluncur rudal etnik pembangkang tersebut belum lama ini.

        NATO memberitahu PBB bahwa organisasi Barat itu tak dapat terus-menerus menyediakan dukungan udara rapat jika pakta pertahanan tersebut tidak melancarkan aksi pemboman strategis guna menetralkan tempat rudal SAM pasukan Serbia Bosnia.

        Namun tindakan itu dipandang PBB sebagai peningkatan pertempuran dan tentus saja ditolak oleh para pejabat badan dunia tersebut karena dipandang mengandung risiko terlalu tinggi.

        Pasukan Serbia Bosnia telah menyandera ratusan prajurit pemelihara perdamaian PBB sebagai jaminan untuk mengelakkan serangan udara NATO, kendati etnik itu hari Jumat (2/12) mengumumkan akan membebaskan para prajurit tersebut.

        NATO telah menghentikan semua penerbangannya di atas wilayah Bosnia untuk menciptakan “masa pendinginan” atas permintaan PBB.

        “Satu saja salah perhitungan, satu saja salah pengertian dapat memperburuk keadaan. Kemudian, keadaan takkan dapat dikendalikan lagi,” kata utusan khusus PBB Yasushi Akashi hari Jumat.

        “NATO dapat mengerahkan pesawatnya dan kemudian pasukan Serbia Bosnia dapat mengerahkan sistem pertahanan udaranya terhadap NATO sehingga organisasi ini harus mengerahkan lebih banyak pesawat,” katanya menambahkan.

        Beberapa pejabat PBB menyatakan Serbia Bosnia memiliki “begitu banyak rudal sehingga penghancuran semua rudal itu akan sama dengan membersihkan cendawan — semua rudal tersebut akan hilang selama satu hari dan hari berikutnya akan bermunculan lagi”.

        Satu petunjuk mengenai betapa banyaknya simpanan rudal Serbia Bosnia ialah penggunaan rudal itu terhadap sasaran di darat.

        Pasukan Serbia Bosnia menembakkan empat rudal SAM ke kota Bugojno, yang dikuasai pemerintah Bosnia, belum lama ini.

        Penguncian

        Senjata ini dari dulu menjadi sistem persenjataan lapis baja Serbia, tetapi sistem radarnya baru diaktifkan belum lama ini, guna mengendalikan SAM-2 dan SAM-6 –yang “mengunci” pesawat NATO dan memperlihatkan niat bermusuhan.

        Beberapa pejabat PBB di Sarajevo, yang dikutip AFP, berpendapat tindakan seperti itu oleh pasukan darat Serbia Bosnia telah memaksa dihentikannya operasi larangan terbang di atas wilayah Bosnia. Larangan terbang tersebut telah ditetapkan oleh PBB.

        Beberapa ahli militer menyatakan ancaman gelombang radar dapat diterima oleh sistem elektronik pesawat yang –tergantung pada tingkat kecanggihannya– dapat “membaca” dengan tepat sifat gelombang dan lokasi radarnya.

        Secara umum, pesawat yang “terkunci” atau menjadi sasaran memiliki pilihan yang menembakkan lidah api guna mengecoh rudal yang diduga ditembakkan atau melakukan manuver untuk berusaha menghindari roket mematikan.

        Pasukan Serbia, dan juga pemerintah Bosnia di sektor Sarajevo, memiliki SAM-6 dan SAM-7 –rudal kuno yang dikembangkan di Eropa Timur.

        SAM-6 memiliki jarak jelajah setinggi 60 kilometer, dengan berat 550 kilogram, dan ditembakkan dari peluncur bergerak yang salah satunya adalah instalasi pengendali radar.

        SAM-7 memiliki karakter berbeda; memiliki berat kurang dari 10 kilogram dan dapat ditembakkan dari peluncur yang diletakkan di bahu.

        Meskipun demikian rudal itu sangat efektif bagi serangan jarak dekat, kurang dari 10 kilometer, terhadap pesawat yang terbang lambat seperti pesawat angkut PBB yang sangat mudah diserang saat lepas landas dan mendarat. (ANTARA SPEKTRUM/Dari berbagai sumber/T.Chaidar Abdullah/LN07/SP02)

Tag:

        Oleh Chaidar Abdullah

        Jakarta, 14/8 (ANTARA) – Pada saat menggencarnya berita mengenai kesepakatan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menyerang posisi Serbia Bosnia jika etnik itu tidak menghentikan serangan di Sarajevo, pemimpin etnik Serbia Bosnia mengumumkan kesediaan menarik pasukannya.

        Pemimpin Serbia Bosnia Radovan Karadzic belum lama ini (13/8) menyatakan, terdapat “salah pengertian” mengenai ancaman NATO tersebut.

        Washington telah memperingatkan, jika pasukan Serbia Bosnia tak mau mundur, pintu akan terbuka bagi serangan udara NATO, sementara para perunding perdamaian di Jenewa menetapkan batas waktu penarikan pasukan Serbia Bosnia, pada hari Kamis (12/8).

        Para diplomat NATO dilaporkan bertemu di Brussel Jumat pagi guna menilai situasi di Bosnia sehubungan dengan ancaman aliansi Barat itu untuk menggempur posisi pasukan Serbia Bosnia.

        “Jaring semakin ketat di sekitar orang Serbia,” kata seorang diplomat NATO sebagaimana dikutip AFP.

        Tetapi, benarkah ucapan diplomat NATO itu? Sebenarnya jaring belum menjadi ketat apalagi sampai menjerat leher orang Serbia Bosnia.

        Kondisi itu terjadi karena NATO masih membutuhkan izin PBB guna melancarkan serangan udaranya, sedangkan PBB telah menyatakan memiliki veto untuk menggagalkan serangan tersebut.

        PBB juga khawatir serangan NATO akan mengakibatkan serangan balasan terhadap pasukannya, seperti juga kekhawatiran Eropa mengenai nasib tentaranya di wilayah Balkan itu, dari etnik Serbia Bosnia. Rusia dan Ukraina juga telah melontarkan keberatannya atas rencana NATO itu.

        Kekhawatiran PBB berkaitan dengan sikap Karadzic dalam menanggapi ancaman NATO. Pemimpin Serbia Bosnia itu telah menyatakan, bila terjadi campur tangan militer, “kami siap menghadapi segala kemungkinan.”

        Karadzic bahkan menyebut-nyebut bahwa tak ada masalah untuk “membeli senjata nuklir di pasar dunia.”

        Ia juga mengisyaratkan kemungkinan serangan bukan hanya terhadap pasukan internasional di Bosnia tetapi mungkin juga Austria dan Jerman — yang sepanjang sejarah adalah musuh bebuyutan Serbia — menjadi sasaran serangan.

        Mengendur?

        Tetapi, setelah desakan makin kuat agar NATO menyerang posisi pasukan Serbia Bosnia jika etnik itu tidak mundur dari dua gunung strategis, Igman dan Bjelasnica, Karadzic mengumumkan kesediaan penarikan pasukannya.

        Pengumuman tersebut langsung mendapat perhatian dari ketua bersama pembicaraan perdamaian Jenewa, Lord Owen dan Thorvald Stoltenberg, yang segera menangguhkan pembicaraan sampai Senin guna menilai situasi.

        Pasukan Serbia di Bosnia hari Jumat melaporkan penarikan diri sampai ke belakang garis yang disepakati dengan pasukan PBB di Gunung Igman.

        Juru bicara delegasi Serbia ke pembicaraan Jenewa, menurut kantor berita Barat, menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang baru diterimanya dari sumber militer Serbia, Jenderal Vere Hayes dari Unprofor melaporkan pasukan Serbia telah mundur ke garis yang disepakati.

        Amerika Serikat, yang telah beberapa kali berubah sikap dalam menghadapi krisis Balkan tersebut, segera bereaksi atas pernyataan Serbia Bosnia itu.

        Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher dan rekannya dari Perancis, Alain Juppe, dalam pembicaraan telefon, menyatakan penarikan Serbia Bosnia mesti diselesaikan dan “konsekuensi yang akan dihadapi Serbia Bosnia belum sirna bila etnik tersebut tidak patuh.”

        Tetapi Christopher juga menyatakan pemerintah Presiden Bill Clinton akan puas atas penarikan pasukan Serbia Bosnia dari sebagian kedua gunung strategis tersebut.

        Perubahan sikap ini, yang muncul dua hari setelah tuntutan Christopher bagi penarikan total pasukan Serbia Bosnia dari Gunung Igman dan Gunung Bjelasnica, diduga akan mencegah serangan udara NATO.

        Sebelumnya, AS mengusulkan pencabutan embargo atas kaum muslim Bosnia, yang kalah dalam persenjataan melawan pasukan Serbia, tetapi belakangan menarik usul itu karena mendapat tantangan, terutama dari Eropa.

        “Kemajuan”

        “Kemajuan” yang dilakukan pasukan Serbia Bosnia dipandang oleh banyak kalangan dalam perundingan di Jenewa sebagai bukti nyata bahwa perundingan dapat segera dilanjutkan.

        Sebelumnya, kehadiran pasukan Serbia Bosnia di kedua dataran tinggi itu telah menghambat perundingan bagi penyelesaian politik dalam konflik di republik bekas Yugoslavia tersebut.

        Presiden Bosnia Alija Izetbegovic telah menolak berunding langsung dengan etnik Serbia serta Kroasia Bosnia mengenai bentuk tiga republik etnik sampai pasukan Serbia menyelesaikan penarikan dari kedua gunung yang dapat menjadi tempat pengawasan jalur baratdaya dari dan ke Sarajevo.

        Daerah itu dilaporkan sebagai jalur penting pemasokan bagi pasukan muslim Bosnia.

        Situasi yang pasti di lapangan mengenai penarikan pasukan Serbia tersebut belum jelas benar, dan, kalaupun benar, sungguh-sungguhkah tindakan etnik Serbia Bosnia, yang menentang pemisahan diri Bosnia dari Yugoslavia, itu ditujukan bagi terwujudnya perdamaian?

        Tindakan “mengalah” etnik Serbia Bosnia ini bukan lah yang pertama kali. Beberapa waktu lalu, selama perundingan yang diprakarsai Owen dan bekas utusan PBB Cyrus Vance, etnik Serbia Bosnia pun pernah menyatakan puas dengan luas wilayah yang telah diperolehnya.

        Tetapi, begitu ancaman mengendur, etnik tersebut, yang belum melepaskan keinginan untuk menyatukan wilayah Bosnia yang didudukinya dengan wilayah republik Kroasia, Krajina, yang juga diduduki etnik Serbia, kembali mengobarkan perang.

        Selanjutnya, mereka ingin bergabung dengan republik Serbia guna membentuk Republik Serbia Raya.

        Etnik ini juga pernah mengulur waktu penarikannya dengan alasan pasukan PBB belum siap mengambil alih wilayah yang akan ditinggalkan pasukannya, dan sekarang, pada saat ancaman NATO semakin keras, etnik Serbia Bosnia sekali lagi menunjukkan “sikap luwesnya”. (14/08/93 13:23)

Tag:

       Oleh Chaidar Abdullah

        Jakarta, 6/6 (ANTARA) – Di saat pertempuran semakin luas di bekas Yugoslavia, kelompok bekas komunis dan kaum nasionalis radikal Serbia Senin malam (1/6) mendepak Presiden Federal Yugoslavia Dobrica Cosic.

        Tindakan itu agaknya dapat memperuncing silang pendapat antara kelompok garis keras Serbia dan orang-orang yang lebih moderat dari Parlemen Montenegro.

        Cosic didepak dengan suara 22 berbanding 10 dan empat kosong di Dewan Republik, sementara di Dewan Rakyat, 75 delegasi menyokong penggulingan Cosic dan 34 menentang.

        Penggulingan Cosic, kata kantor-kantor berita Barat, merupakan upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup jalur garis keras kaum nasionalis Serbia.

        Sebelum pemungutan suara, Dewan Rakyat menyetujui suatu mosi tak percaya yang menuduh Cosic, 71, telah melanggar undang-undang federal. Mosi yang sama juga disetujui di Dewan Republik.

        Federasi Yugoslavia saat ini hanya terdiri atas republik Serbia dan Montenegro, karena empat republik lain, yaitu Kroasia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia-Herzegovina telah memproklamasikan kemerdekaan.

        Kelompok ultranasionalis Partai Radikal Serbia (SRP) pimpinan Vojislav Seselj yang menguasai dua-pertiga kursi di Parlemen Yugoslavia, membutuhkan dukungan dari partai utama di bekas Yugoslavia, Partai Sosialis Serbia (SPS), pimpinan Presiden Serbia Slobodan Milosevic untuk mensahkan tindakannya.

        Reuter melaporkan, keputusan kelompok SPS guna mendukung kaum ultranasionalis memperlihatkan keinginan untuk mendinginkan para pengikut Seselj dan mencegah keruntuhan pemerintahan minoritas Milosevic yang sangat bergantung pada dukungan kelompok radikal.

        Otak penggulingan

        Karir Seselj yang menjadi otak penggulingan Presiden Federal Yugoslavia tersebut terlihat “meroket” sejak perang meletus di Bosnia-Herzegovina.

        Perpaduan berbagai faktor, termasuk kemampuannya dalam berpidato, telah memungkinkannya menjadi “pentolan” di kancah politik Serbia, berupa perang Bosnia.

        Ia, menurut AFP, juga membina hubungan baik dengan Milosevic, dan meniti karir politiknya di bawah bayang-bayang Presiden Serbia itu.

        Seselj (38) juga memperoleh popularitas dengan menyerukan pembentukan republik Serbia yang lebih besar yang mencakup pantai Dalmatian dan membentang sampai hampir mencapai Zagreb, sementara politisi lain Serbia terpaku pada angan-angan mengenai Yugoslavia.

        Ia menjadi pembangkang ajaran Titoisme tahun 1984, ketika ia menyelesaikan studinya di bidang sosiologi di Universitas Sarajevo.

        Pada penghujung tahun 1990, ia hanya memiliki sedikit pendukung, tapi enam bulan kemudian terpilih sebagai utusan yang mewakili distrik klas atas Beograd. Satu tahun setelah itu, kata kantor berita Perancis, ia menjadi pemimpin partai paling tangguh kedua di republik Serbia, Partai Radikal Serbia.

        Ia memperoleh dukungan pemerintah di Beograd, dan media yang saat itu dikuasai para pendukung Milosevic dengan memberi dia ruang (rubrik) untuk bertindak sebagai oposan Milosevic, yang mampu menyampaikan secara terbuka apa yang hanya dapat dibayangkan orang lain.

        Maka akhirnya, ia pun menjadi lambang politikus yang dianggap kotor, cekcok dengan para pengunjuk rasa, menuduh partai oposisi sebagai pengkhianat, mengancam mahasiswa dengan moncong senjata, dan mengatur rombongan personil para militer untuk membumihanguskan Republik Kroasia dan Bosnia-Herzegovina.

        Serangkaian kegiatan itu kelihatannya untuk mempertahankan hak orang Serbia agar hidup dalam satu negara.

        Bencana

        Setelah didepak oleh kaum konservatif sisa Yugoslavia, Cosic tidak diam begitu saja dan menuduh Milosevic sebagai penganut Stalin karena memperkuat cengkeramannya di Yugoslavia.

        Kelompok ekstrim dan konservatif, menurut Cosic sebagaimana dilaporkan Reuter, mengambil-alih dunia politik Yugoslavia dan membawa negeri itu ke dalam bencana, serta menjerumuskan rakyatnya ke dalam kesulitan.

        Penggulingan Cosic adalah aksi kelompok garis keras Serbia yang ditujukan untuk menentang Barat dalam konflik Bosnia-Herzegovina dan kelihatannya menjadi aksi kejam Milosevic.

        Tindakan tersebut mengakibatkan kekuasaan berada di tangan Milosevic, yang dipandang oleh Washington dan banyak negara lain, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas perang di wilayah Balkan selama dua tahun terakhir ini.

        Pemecatan Cosic dilaporkan juga mengundang protes di Beograd yang berubah menjadi kerusuhan dan menewaskan satu anggota polisi, melukai tiga perwira polisi dan 32 orang lagi.

        Sementara itu Washington, yang saat ini masih menghadapi penentangan Eropa mengenai pencabutan embargo senjata terhadap Bosnia, memperkirakan takkan ada perubahan nyata dalam kebijakan Serbia menyusul penggulingan Cosic.

        Jurubicara Departemen Luar Negeri AS Richard Boucher berpendapat takkan ada perubahan nyata dalam kebijakan Serbia. (5/06/93 14:46)

 

Tag:


  • Tidak ada

Kategori