Chaidarabdullah’s Weblog

AS TAK PERNAH BERHENTI AWASI IRAN

Posted on: Februari 16, 2012

Sejak tergulingnya pemimpin pro-Amerika Mohammad Reza Pahlavi, yang lebih dikenal dengan nama Shah Iran pada 1979, perhatian negatif dalam kebijakan luar negeri AS terhadap Iran tak pernah lekang. Pemerintah Amerika, yang telah silih berganti, tak pernah memalingkan perhatian dari negara yang pernah dipimpin oleh Imam Syiah Ayatollah Ali Khomeini tersebut –mulai dari imbauan perang sampai sanksi ekonomi saat ini.

Tindakan paling akhir tersebut dilancarkan berkaitan dengan tindakan Iran saat ini; negara Persia itu dipandang “memburu senjata nuklir”, sekalipun Teheran telah berulangkali menyatakan program nuklirnya semata-mata bertujuan sipil dan damai.
Sementara itu musuh bebuyutan Iran, Israel –yang selalu merasa tak tenang jika Iran dilaporkan mengembangkan senjata—telah sesumbar akan melancarkan serangan terhadap Iran. Namun Presiden AS Barack Obama, sekutu paling kuat bagi Israel, berpendapat Tel Aviv belum akan melancarkan serangan ke Iran.
Ada pendapat bahwa seperti negara lain yang berusaha mengembangkan teknologi nuklirnya, Iran juga mesti diawasi, secara ketat.
Tapi pertanyaannya ialah apakah Iran saat ini menjadi ancaman bagi negara lain? Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad memang pernah menyarankan penghapusan Israel dari peta dan meragukan kebenaran “Holocaust”, tapi apakah itu cukup menjadi bukti bahwa Iran adalah ancaman? Selama ini Iran tak pernah lebih dulu menyerang negara lain, termasuk Israel, bahkan Iran lah yang pernah diserang. Iran juga tak pernah menunjukkan Teheran berencana mengubah polanya dalam waktu dekat.
Siapa pun tampaknya mengerti kekuatan tempur Iran bukan tandingan pasukan AS dan Israel, yang justru bisa menimbulkan ancaman nyata bagi Iran dalam setiap konflik bersenjata.
Kini banyak pencinta perang di media, yang paling belakangan beralih dari “jika” ke “kapan” Israel akan menyerang Iran, merujuk kepada ucapan Ahmadinejad yang seringkali dikutip media mengenai “penghapusan Israel dari peta”. Tapi ‘kan tak pernah terbukti bahwa Presiden Iran itu bermaksud melucuti rejim Israel, apalagi mengumumkan perang.
Bukan hanya itu, keahlian berbicara seringkali menyelimuti keadaan sebenarnya. Coba saja simak apa yang terjadi di AIPAC (Komite Urusan Masyarakat Israel Amerika). Di forum tersebut disebut-sebut “sebagian orang Amerika percaya jika pemerintah Israel menyerang Iran, AS juga akan memikul biaya politik. Jadi lebih baik pemerintah Amerika melaksanakan tugas mereka secara layak. Karena keunggulan militernya, Amerika dapat menyerang Iran setelah Israel, dengan menimbulkan kerusakan lebih besar”.
Yang menarik di sini bagaimana corong AIPAC mengumandangkan Amerika mesti “memporak-porandakan Iran” sebab AS memiliki “daya serang yang jauh lebih besar” daripada Israel dan dapat “melakukan pekerjaan dengan lebih baik” dan “melakukannya dengan layak”.
Sepertinya konsep yang ada ialah itu “hanya lah pekerjaan membersihkan sampah” dan bukan serbuan yang melanggar hukum satu negara anggota PBB yang tak melakukan perbuatan apa pun yang menurut hukum internasional mengancam AS.
Sementara itu pemerintah Israel dan pasukan pertahanannya (IDF) menyaksikan dengan gembira sebab “anak lelaki dan perempuan” Amerika lah yang memikul akibat dari serangan tanpa pengesahan itu dan bukan “anak lelaki serta perempuan” Israel.
Keahlian berkelit semacam itu berpangkal pada konsep bahwa Israel adalah satu-satunya teman Amerika dan satu-satunya negara Demokrasi di Timur Tengah. Israel menjadi satu-satunya negara di belahan dunia itu yang bersekutu dengan Barat, dan oleh karenanya “layak mendapat dukungan yang tak tergoyahkan dari Amerika”.
Karena “menjadi satu-satunya teman Israel”, AS terperosok ke kalangan kasta rendah di antara negara di dunia –kondisi yang membuat ungkapannya tentang “kebebasan Demokratis” jadi bahan tertawaan. Sebabnya ialah negara lain di PBB sudah menyaksikan betapa “dukungan” Amerika bagi agenda Zionis untuk menyerang Irak, Lebanon dan Jalur Gaza, mempersenjatai Israel ketika negara Yahudi tersebut menyerbu tetangganya ke utara dan menyerang pegiat perdamaian di kapal dari negara damai termasuk Turki –salah satu anggota NATO.
Ironisnya Washinton berdiam diri dan bungkam saat Israel melucuti sekelumit demokrasi yang ada di dalam negerinya dengan membuat peraturan baru yang menolak untuk memberi kewarganegaraan kepada siapa pun yang bukan orang Yahudi.

***
Daripada terus-menerus membidik Iran, AS dipandang lebih baik mengalihkan perhatian ke tiga negara nuklir yang belum menandatangani Kesepakatan Anti-Penyebaran Nuklir (NPT); Israel, India dan Pakistan. Tidak seperti Iran, Israel telah memicu sejumlah perang, termasuk dua perang dalam enam tahun belakangan.
Memang sih negara Yahudi tersebut tak pernah sepi dari serangan, yang paling mencolok selama Perang Oktober 1973, tapi apakah Israel tak bersalah karena menyerang negara lain dalam sejumlah peristiwa. Selama dua tahun terakhir saja, Israel diberitakan telah menewaskan tak kurang dari 2.000 warga sipil di Lebanon Selatan dan Jalur Gaza, tak termasuk serangan terpisahnya terhadap Jalur Gaza –yang dikuasai HAMAS.
Sekarang, genderang perang ditabuh oleh sebagian petinggi Israel, dengan Iran sebagai sasaran. Jika orang mau melihat secara objektif mengenai siapa yang lebih mungkin menggunakan senjata nuklir dalam waktu dekat, Israel tampaknya bisa jadi calon kuat.
Sementara itu India dan Pakistan, yang juga dipercaya sebagai negara nuklir, saat ini terlibat dalam perang sengit kata-kata, terutama berkaitan dengan sengketa wilayah di Kashmir –titik api yang tak kunjung padam. Memang belum ada konflik serius di antara kedua negara Asia Selatan itu, keduanya adalah negara bersenjata nuklir yang bukan penandatangan NPT.
Kedua negara tersebut dipandang lebih pantas untuk mendapat perhatian AS ketimbang yang dilakukan Washington terhadap Iran.
Tapi Barack Obama pada Senin (6/2) malah menandatangani instruksi untuk menjatuhkan sanksi baru atas Iran dan bank sentralnya. Ia mengatakan pembekuan lebih luas atas aset Iran “perlu dilakukan” sebab semua bank Iran “menyembunyikan transaksi”.
Sebagaimana dilaporkan kantor berita transnasional, Obama mengatakan di dalam surat kepada Kongres ia telah bertekad sanksi tambahan diperlukan, terutama sehubungan dengan “praktek penipuan oleh Bank Sentral Iran dan bank lain Iran guna menyembunyikan transaksi semua pihak yang terkena sanksi”.
Instruksi pelaksana tersebut, yang digambarkan sebagai langkah lebih lanjut dalam upaya AS untuk mengucilkan Iran, mencegah setiap aset yang diperkirakan berada di cabang bank Amerika di luar negeri ditransfer, dibayarkan, dikirim atau diambil.
Menurut Obama, Amerika Serikat memiliki “perkiraan yang sangat baik” tentang kemajuan Iran dalam pemrosesan uranium tapi memiliki kesulitan dalam melacak dinamika politik di dalam Republik Islam itu.
Salah satu kesulitan tersebut, menurut Presiden Amerika itu, ialah Iran sendiri “saat ini lebih terpecah dibandingkan sebelumnya”. Pemimpin spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam kondisi tertentu dipandang berseberangan dengan Presideh Ahmadinejad.
Obama berpendapat sulit untuk mengetahui siapa yang membuat keputusan, tapi “kami memiliki petunjuk yang sangat bagus tentang apa yang berlangsung dengan program nuklirnya”.

Tag:

1 Response to "AS TAK PERNAH BERHENTI AWASI IRAN"

[…] (IRIB Indonesia/RM)Related External LinksAS kenakan sanksi baru kepada Iran – AntaraNews.comAS TAK PERNAH BERHENTI AWASI IRAN « Chaidarabdullah's …Berbagi Ilmu: Dilema Israel Dan AS: Antara Konflik Suriah dan …Menhan Jerman : “Israel tidak […]

Tinggalkan komentar


  • Tidak ada

Kategori